Semakin meningkatnya kerusakan lingkungan hidup di Provinsi Jawa Timur menginisiasi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Timur untuk menggelar Pembinaan Pengendalian Kerusakan Lingkungan (21/10/2024) di Hotel Mercure Surabaya Grand Mirama. Peserta gelaran ini berasal dari 38 instansi lingkungan hidup Kabupaten/Kota, dan 20 Pelaku Usaha/Kegiatan yang bergerak di sektor pertambangan.
Salah satu indikasi terjadinya kerusakan lingkungan adalah munculnya lahan kritis yang memiliki tingkat kualitas tutupan lahan dan daya tangkap air yang rendah. Plt. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur, Nurkholis melalui sambutannya, yang dibacakan oleh Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Aju Mustika Dewi, menyampaikan bahwa "upaya pengendalian kerusakan lingkungan akan linear dengan potensi tambahan tutupan lahan yang juga akan mempengaruhi capaian nilai Indeks Kualitas Lahan (IKL)". Aju Mustika Dewi, yang akrab dipanggil Dewi, juga menjelaskan bahwa untuk mempertahankan nilai Indeks Tutupan Lahan per tahun, Provinsi Jawa Timur membutuhkan lahan seluas 160.900 hektar untuk ditanami. "Oleh karena itu dibutuhkan adanya gerakan menanam bersama yang melibatkan Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, Pelaku Usaha, Akademisi, Kelompok Masyarakat/Perorangan untuk mempertahankan kebutuhan tambahan luasan tutupan lahan di Jawa Timur", tambah Dewi.
Agar dari gelaran Pembinaan ini diperoleh output yang optimal, DLH Provinsi Jawa Timur menghadirkan narasumber dari Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Pemukiman dan Cipta Karya (DPRKPCK) Provinsi Jawa Timur. Pasalnya, untuk mempertahankan IKL diperlukan rencana penanaman lahan dengan hasil jangka panjang (long-term) dan optimal, sehingga rencana penanaman lahan harus disinergikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Sebagai pembuka materi, Kepala Seksi Pengendalian Ruang Wilayah dan Pertanahan DPRKPCK Provinsi Jawa Timur, Priyo Nur Cahyo mengungkapkan bahwa akhir tahun 2023, tepatnya Desember 2023, RTRW Provinsi Jawa Timur telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provisi Jawa Timur Tahun 2023-2043. "Di dalamnya ada kawasan budidaya, dan kawasan lindung. Nanti kami akan mencoba memberikan data-data yang sudah ada di kami dan tertuang di dalam Perda kami, ini lho data-data luas-luas lahan yang nantinya punya potensi untuk menambahkan luasan Indeks Tutupan Lahan", jelas Priyo.
Dari RTRW Provinsi Jawa Timur nantinya dioverlay dengan RTRW Kabupaten/Kota. Dari hasil overlay yang diperoleh, DPRKPCK Provinsi Jawa Timur dapat memberikan rekomendasi lokasi atau wilayah yang secara aturan berdasarkan aspek tata ruang mempunyai potensi untuk dijadikan penambahan luasan tutupan lahan.
Sebagai pengingat pemanfaat tata ruang wilayah, Priyo juga menyampaikan substansi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 2 Tahun 2019 tentang Konservasi Mata Air Umbulan. Pergub Nomor 2 Tahun 2019 ini membagi wilayah mata air umbulan menjadi 3 kawasan, salah satunya Kawasan Penyanggah yang memiliki luasan sekitar 56.000 hektar. Dalam Kawasan Penyanggah ini terdapat larangan untuk melakukan proses kegiatan terutama kegiatan yang berkaitan dengan alih fungsi lahan. Pelarangan ini disebabkan karena Kawasan Penyanggah merupakan kawasan infiltrasi untuk air bawah tanah yang ada di wilayah konservasi mata air umbulan. Pada saat awal pemanfaatan, debit yang dihasilkan sekitar 4.000 liter/detik, sedangkan kondisi eksisting sangat memprihatinkan, yaitu sekitar 2.500 liter/detik. "Ini PR kita supaya nanti terutama di Zona (Kawasan) Penyanggah ini harus kita pertahankan untuk fungsi ruangnya yaitu sebagai fungsi lindung", jelas Priyo.
Dalam kesempatan yang sama, Dewi mencoba mempertegas apa yang telah disampaikan oleh Priyo, bahwa mempertahankan IKL merupakan hal yang sulit karena luasan Jawa Timur tidak akan bertambah, sedangkan untuk menaikkan nilai 0,1 IKL perlu beribu-ribu hektar yang harus ditanam. Oleh karenanya, hal ini menjadi PR bersama, yaitu Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota, Pelaku Usaha/Kegiatan, dan masyarakat. Adapun potensi untuk mempertahankan IKL, "diperlukan reklamasi tambang dalam bentuk revegetasi seluas 37.262,06 hektar, revegetasi di lahan terbuka seluas 40.988,27 hektar, dan penanaman di lahan pertanian campuran sebanyak 136.627,56 hektar", imbuh Dewi.
Ketua Tim Kerja Sub-Substansi Pengendalian Kerusakan Lingkungan Hidup, Niniek Herawati juga menyampaikan bahwa dalam menyusun rencana penanaman lahan diperlukan tools yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi tren perubahan tutupan lahan dan kualitas fungsi ekologi hutan di Jawa Timur. Tools yang dimaksud oleh Niniek adalah Satu Data Kualitas Tutupan Lahan Jawa Timur. "Berdasarkan data dari Rencana Umum Rehabilitasi Hutan dan Lahan dari BPDAS yang kita dapatkan datanya bahwa Jawa Timur punya lahan seluas 213.287 hektar yang berpotensi untuk dapat ditanami, tapi lokasinya dimana sehingga kita butuh sekali untuk kita bisa tahu dari Satu Data ini", jelas Niniek.
Sebagai materi penutup, Nurkholis menyampaikan bahwa permasalahan yang paling seksi adalah permasalahan lingkungan hidup, artinya semua sisi kehidupan ada di urusan lingkungan hidup. Dalam penyampaian materi, Nurkholis mengingatkan kepada peserta yang hadir bahwa Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) di Jawa Timur hanya 69,59 dan masih pada predikat Sedang, sehingga banyak hal yang perlu dikoreksi dan diperbaiki. Terkait isu IKL di Jawa Timur, Nurkholis menghimbau kepada semua pihak, baik Pemerintah Daerah, Pelaku Usaha/Kegiatan maupun masyarakat agar terus menanam dan melakukan penghijauan. "Apa yang bisa ditanam kita tanam, kalau bisa tiada hari tanpa nanam", ujar Nurkholis.